Identitas Personal Makanan Yogya


Gimana menurut pandangan anda tentang Identitas Personal Makanan Yogya? tolong berikan komentar setelah selesai membaca.

Oleh: Ons Untoro

Di Yogya hadir beragam menu makanan yang menunjukkan identitas daerah. Mendengar satu jenis menu makanan tertentu yang menyertakan nama lokalitas, orang akan segera tahu, menu makanan itu berasal dari daerah tertentu. Sate madura, kata di belakang sate menunjuk daerah dari mana sate itu berasal. Coto makassar, soto kudus, masakan padang, masakan khas sunda, dan seterusnya.

Namun, lain dengan jenis menu makanan Yogya. Apa yang menunjukkan identitas daerah tidak ditemukan. Yang ditemukan malah identitas personal. Identitas daerah digantikan identitas personal. Atau kalaupun menunjukkan daerah, sifatnya lebih khusus dan lebih menunjuk nama kampung. Untuk menyebut beberapa jenis menu makanan yang menggantikan identitas daerah menjadi identitas personal, misalnya gudeg. Sulit ditemukan nama gudeg Yogya, yang mudah ditemukan adalah menunjuk nama orang, misalnya gudeg Juminten, gudeg Bu Tjitro, dan sejumlah nama lain yang menunjuk identitas personal pada jenis menu gudeg. Pada jenis menu yang lain, sebut misalnya, ayam goreng, ada ayam goreng Mbok Sabar, ayam goreng Ny Suharti, dan beberapa nama lain.

Pada identitas khusus untuk menggantikan nama daerah dengan menyebut nama kampung, misalnya bisa ditemukan, soto kadipiro, meski letak warungnya ada di Jalan Bantul, identitas kampung disertakan barangkali untuk menunjukkan bahwa soto yang ada di Jalan Bantul tersebut kualitas rasanya sama dengan "aslinya" yang ada di Kampung Kadipiro.

Barangkali, karena jenis menu makanan Yogya berada di daerahnya, sehingga merasa tidak perlu untuk menyebut nama daerahnya. Apalagi orang tahu bahwa gudeg makanan khas dari Yogya. Hanya ketika jenis menu makanan itu dibuka di daerah lain, identitas personal akan dihilangkan dan digantikan identitas di daerahnya. Oleh sebab itu, di tengah Kota Palangkaraya ada jenis menu makanan yang ditulis "gudeg yogya" hal yang mustahil ditemukan di Yogya. Persis seperti di Madura, betapa sulitnya menemukan soto madura ataupun sate madura.

Pergeseran dari nama daerah menjadi personal untuk jenis menu makanan Yogya sesungguhnya hanya menggantikan ikon. Karena nama yang disebut telah dikenal sebagai ikon Jawa, dalam konteks ini Yogya. Hampir tidak mungkin nama soto Pak Marto menunjuk ikon Sumatera atau Sulawesi. Nama itu memberikan identitas lokal. Demikian pula nama Juminten yang melekat pada jenis menu gudeg telah menunjuk lokalitas daerah.

Untuk mencoba mengenali bermacam identitas personal dan daerah dalam menu makanan di Yogya, orang bisa menelusuri berbagai macam tempat, baik yang ada di sudut kota maupun yang ada di tengah kota, pasti akan mudah menemukan dua jenis identitas, yakni identitas personal dan identitas daerah. Misalnya di Ngasem bisa ditemukan sate ayam madura. Beberapa ratus meter dari tempat itu bisa pula ditemukan sate ayam Pak Amat. Di Kadipiro ada soto kadipiro. Tak jauh dari situ bisa pula ditemukan soto madura atau soto sulung.

Beragam identitas bisa ditemukan dari menu makanan di Yogya. Menu yang dari luar Yogya menyertakan nama daerahnya. Jenis menu yang dari Yogya menunjuk personalitas orang atau nama kampung. Identitas daerah dalam menu makanan tidak hanya datang dari luar Jawa. Masih di ranah Jawa, untuk lebih menegaskan kalau bukan Yogya disebut nama daerahnya, misalnya bakmi semarang atau tengkleng solo. Semarang dan Solo adalah dua wilayah yang tidak jauh dari Yogya. Meski berbeda provinsi, kedua daerah tersebut adalah Jawa.
Pluralitas Selera
Pluralitas di Yogya tidak hanya ditemukan pada etnik. Rupanya bisa pula dilihat dari selera rasa. Identitas etnik dan rasa seperti saling bersua dan berinteraksi di Yogya dan masing-masing tidak merasa saling terancam. Artinya, identitas menu makanan dari satu daerah tidak merasa terancam atas kehadiran identitas menu dari daerah lain. Masing-masing seperti saling meneguhkan identitasnya. Dalam kata lain, identitas tampak kelihatan justru dalam keberagaman.

Identitas gudeg tidak terancam atas kehadiran menu dari Makassar, Manado, Padang, dan beberapa daerah lain. Sehingga sulit ditemukan, untuk mencoba mengakomodasi selera, rasa gudeg dibuat tidak manis. Justru gudeg tetap memegang identitasnya manis dan kelengkapan dari manis ada gurih dan pedas serta ada sayuran, biasanya daun ketela.

Jenis menu makanan dinikmati oleh beragam etnik dan tidak hanya dikhususkan oleh etnis di mana jenis menu makanan itu berasal. Orang Jawa tidak menolak coto makassar dan juga senang menikmati jenis masakan padang. Orang non-Jawa juga tidak sedikit yang suka jenis menu gudeg ataupun jenis ayam goreng Mbok Sabar, Nyonya Suharti, dan sejenisnya. Meski di Yogya mudah ditemukan jenis menu ayam yang mengglobal, tetapi tidak mengurangi selera lokal.

Identitas lokal dalam keberagaman kultur di Yogya tampaknya bisa dilihat dari satu sisi, yaitu makanan. Sebagaimana beragam makanan dari bermacam daerah bisa ditemukan di sudut-sudut kampung di Yogya. Bermacam etnis di Yogya juga menyebar di sudut-sudut kampung. Seperti selera, rupanya identitas bisa saling bertukar untuk tidak meniadakan, melainkan lebih untuk saling mengenal. Ada orang Medan yang suka menikmati soto menu dari Yogya yang identitasnya sudah digantikan menjadi personal. Ada juga orang Yogya yang gemar menikmati coto makassar dan jenis menu lain dari Sulawesi.

Interaksi kultural tampaknya bisa terus berlangsung di Yogya dan setiap hari dilakukan oleh masing-masing etnik. Lidah adalah salah satu media yang ampuh untuk melakukan interaksi tersebut. Pola interaksi sangat informal dan masing-masing identitas saling tidak menolak.

Identitas Yogya tidak dihadirkan sebagaimana identitas daerah lain yang diwujudkan, tetapi telah diganti dengan identitas personal. Namun, personalitas identitas pada menu makanan Yogya tidak harus dimengerti sebagai privatisasi. Barangkali lebih tepat dilihat dalam konteks kultur Jawa: bahwa kapan orang Jawa memiliki gawe biasanya menghadirkan orang lain untuk mewakili.

Orang Jawa yang punya gawe tersebut menyerahkan segala tetek bengek kepada orang yang telah ditunjuk dan biasanya berupa tim. Artinya, tidak hanya satu orang. Pendeknya, personalitas identitas menu makanan Yogya adalah representasi dari kultur masyarakat Jawa yang tinggal dan menetap di Yogya.

Sumber : kulinerkita.multiply.com
Foto : http://www.startspot

Read Users' Comments (0)

Building Initiative on Heritage Conservation in Jakarta: Revitalisasi Kota Tua Jangan Tinggalkan Sejarah


Gimana menurut pandangan anda tentang Building Initiative on Heritage Conservation in Jakarta: Revitalisasi Kota Tua Jangan Tinggalkan Sejarah? tolong berikan komentar setelah selesai membaca.

Oleh: Christine Wahyuasih Mauboy, ST

Abstract
Kota Lama known as the old city center Batavia , is a historical area where the city of Jakarta was started. The growth and development of this area should still maintain its historical identity. One of the efforts is to recognized the visual images from communities living in the area .

The purpose of this study is to find the city‘s positive element which develops into visual images based on community cognitions. Community cognition method is used in this study. The community is consisted of theree social groups: residents , workers and visitors. Experiences and background of each group can create more objectives responses.

The pro-conservation situation demands an appropriate mechanism for meaningful dialogue of these forces for democratic societies for managing con flicts and conservation in historic cities. This paper tries to identify those forces and analyze them for conservation aspects. Though the analysis is qualitative and no attempt has been made to quantity it and thus making it liable to subjecyive interpretations, this could be the first step towards the goal of having described strategy for future course of suitable actions in use for conservation project .

Walaupun Belanda telah angkat kaki dari Indonesia selama hampir 60 tahun, peninggalannya masih ada sehingga sekarang. Jakarta, kota metropolitan yang dihuni lebih dari 15 juta penduduk, merupakan representasi monumen budaya urban terbesar peninggalan Belanda. Dengan sejarah pendirian kota yang merentang sejak abad XII, Jakarta menyimpan sejuta potensi wisata budaya. Namun, sayangnya potensi itu hingga saat ini belum tergali secara maksimal.

Faktor sejarah dan budaya sering kali dilupakan dalam desain dan perencanaan Kota Jakarta. Faktor spasial, fungsional, dan ekonomis lebih banyak mempengaruhi perencanaan Ibu Kota tersebut. Padahal, jika faktor budaya dimanfaatkan secara maksimal, Kota Jakarta bisa menjadi objek wisata budaya yang sangant menarik menarik.

Sejarah Jakarta dan Pengaruhnya Terhadap Tata Letak Kota dan Arsitektur.

Waktu

Penguasa

Nama

Pusat Kota

Konsep

Keterangan

Abad XII (Prakolonial)

Kerajaan Pajajaran

Sunda Kelapa

Sebelah barat muara Ciliwung, sekarang Luar Batang

Kota Jawa

Lokasi muara Ciliwung sebelah barat. Alunâ€"alun sebagai pusat kota yang dikelilingi oleh istana kepala pemerintahan dan masjid. Luas kota saat itu diperkirakan seluas 30 hektar

Abad XVI (sejak 1527)

Fatahillah (Kesultanan Banten)

Jayakarta

Kota

Dipengaruhi kota pantai Banten

Permukiman orangâ€"orang China dan rangâ€"orang asing bermunculan di muara sebelah timur singai Ciliwung. Permukiman ini juga didiami oleh para pedagang Belanda saat awal kedatangan mereka ke tanah Jawa

Abad XVII

(sejak 1619 )

VOC Belanda

Batavia 9 (diambil dari kata Betawi sesepuh kota ini sekaligus pendiri)

Kota

Kota air di Belanda , kota perdagangan dan bisnis

Disesuaikan dengan prinsip kota air seperti Amsterdam dan kotaâ€"kota Belanda yaitu sebidang tanah datar dengan rumahâ€"rumah yang rapat yang terbagi dalam blokâ€"blok . Jalan antar blok dipisahkan oleh saluran air dan tempat pejalan kaki.

Awal abad XIX

Pemerintah Hindiaâ€"Belanda

Batavia

Kota dan Waltervreden

Waltevreden menjadi areal Perumahan dan perkantoran dengan gaya arsitektur daerah tropis

Banyak taman yang mengisi jarak antar rumah. Bangunan tersebut memiliki banyak bukaan, beratap curam, berlantai teraso dan berdinding bata tebal. Semuanya berfungsi untuk menjaga agar suhu di dalam ruangan tetap sejuk di siang hari dan hangat di malam hari.

Abad XIX

Pemerintah Hindia Belanda

Batavia

Kota, Waltervereden, Gondangdia, Menteng

Gondangdia dan Menteng merupakan perluasan Waltervereden dan memiliki konsep yang sama

Banyak taman. Bangunan bergaya arsitektur tropis

Abad XX (pasca kemerdekaan)

Indonesia (Presiden Soekarno )

Jakarta

Kota, Waltervereden, Kebayoran Baru

Kebayoran Baru dijadikan kota satelit

Desain kota Kebayoran Baru merupakan percampuran antara Eropa Barat dan Jawa. Tata letak kota masih dipengaruhi oleh prinsip tata letak Jawa, namun dipisahkan oleh jalan raya yang lebar dan jalur hijau yang luas.

Abad XX (pasca kemerdekaan)

Indonesia (Presiden Soekarno)

Jakarta

Kota, Monas, Senayan, Thamrin.

Membangun identitas dan harga diri sebagai negara merdeka

Pembangunan infrastruktur, stadion di Senayan, Gedung Nusantara, Monas dan Lapangan Merdeka.

Abad XX (pasca kemerdekaan)

Indonsia (Presiden Soeharto)

Jakarta

Kota, Monas, Senayan, Thamrin, Kebayoran, Tangerang,

Pembangunan Ekonomi

Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jembatan dan jalan tol, serta gedungâ€"gedung bertingkat sebagai kantor pemerintah dan 650 kilometer persegi yang terbagi menjadi berbagai fungsi kota Jakarta mengalami perluasan hingga Tangerang di sebelah Barat dan Bekasi di sebelah Timur

Sumber : Ronald Gill , Delft University of Technology Netherlands

Mungkin tidak banyak orang tahu bahwa pendirian Kota Jakarta telah dimulai sejak masa prakolonial. Berdiri di sebelah barat muara Sungai Ciliwung, cikal bakal Kota Jakarta telah didirikan sejak abad XII oleh masyarakat Hindu-Jawa. Kota Jakarta merupakan bagian dari Kerajaan Padjajaran.

Namun pada tahun 1527, Jakarta yang dahulu bernama Sunda Kelapa ditaklukkan oleh Fatahillah dan diganti namanya menjadi Jayakarta. Kala itu, pengaruh kotaâ€"kota di Jawa masih terasa. Prinsip pembangunan kota mengikuti kotaâ€"kota di Jawa dengan alunâ€"alun sebagai pusat kota yang dikelilingi oleh istana kepala pemerintah dan mesjid. Luas kota saat itu diperkirakan 30 hektare. Pengaruh tata kota pantai juga mempengaruhi Kota Jakarta Sejak kedatangan Fatahilah, atmosfer Banten berdiri. Seperti permukiman orangâ€"orang China dan asing bermunculan di muara sebelah timur Sunagi Ciliwung. Permukiman ini juga didiami para pendatang Belanda, saat awal kedatangan mereka ke tanah Jawa.

Pada 1619, Jayakarta jatuh ke tangan Belanda. Nama Jayakarta pun diubah menjadi Batavia oleh VOC (Perusahaan Dagang Hindia Belanda). Sejak saat itu, perencanaan kota bergaya Belanda dimulai di Batavia. Tata kota Batavia disesuaikan dengan prinsip kota air seperti Amsterdam dan kotaâ€"kota di Belanda, yaitu sebidang tanah datar dengan rumahâ€"rumah yang rapat yang terbagi dalam blokâ€"blok. Jalan antar blok dipisahkan oleh saluran air dan tempat pejalan kaki.

Pada paruh kedua abad XVII muara barat Sungai Ciliwung, tempat mukim orang Jawa Jayakarta disatukan dengan Batavia. Ini menyebabkan Batavia makin luas menjadi dua kali lipat sebelumnya. Dalam waktu setengah abad, Batavia atau yang saat ini kita kenal dengan nama Kota, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Area Kota mencapai 100 hektare luasnya dan berkembang menjadi kota besar, bukan hanya sekadar kota tempat perdagangan. Pada abad XVIII, garis pertahanan dan posâ€"pos penjagaan dibangun mengelilingi Batavia. Tujuannya melindungi perkampungan penduduk, perkebunan gula, perkebunan kelapa, perumahan orangâ€"orang Belanda, dan kantor VOC. Sementara itu kapalâ€"kapal perang Belanda dirawat dan diperbaiki di luar pantai Batavia, yakni di Pulau Onrust, salah satu gugusan Kepulauan Seribu.

Peran Kota menjadi makin penting setelah tahun 1870 pemerintah kolonial membuka keran investasi asing dan swasta. Banyak perusahaan perdagangan berdiri dan menetap di Kota. Akan tetapi, perubahan Kota Batavia mulai terjadi awal abad XIX setelah VOC dibubarkan. Ketika itu kondisi Batavia sudah sangat padat. Masalah sanitasi dan daya dukung lingkungan yang kurang memedai membuat pemerintah kolonial mencari daerah lain untuk mendirikan ibu kota baru. Maka, dipilihlah Weltevreden yang berjarak lima kilometer dari Kota dan letaknya lebih tinggi sebagai pusat kota baru. Tidak seperti Batavia yang berwajah urban dengan rumahâ€"rumah yang berimpitan, Weltevereden lebih luas, mencapai lebih dari 100 hektare.

Weltevreden didirikan untuk permukiman orangâ€"orang Eropa. Struktur kota ini didasarkan pada prinsip bangunan tropis, yaitu banyak taman yang mengisi jarak antarrumah. Bangunan perumahan dan kantorâ€"kantor pemerintahan dibnagun dengan gaya arsitektur Hindia-Belanda.

Bangunan tersebut memiliki banyak bukaan, beratap curam, berlantai teraso, dan berdinding bata tebal. Semuanya berfungsi untuk menjaga agar suhu di dalam ruangan tetap sejuk di siang hari dan hangat di malam hari.

Pada tahun 1835, Gubernur Vanden Bosch membuat garis pertahanan di seputar Weltevreden untuk mengamankan kota . Hal ini makin memperjelas konsep tata kota Weltevreden, yakni pola pembangunan yang menyebar di dalam kota diamankan dengan garis demarkasi di sekelilingnya .

Memasuki abad XIX, Jakarta telah memiliki dua pusat kota dengan fungsinya masingâ€"masing. Bahkan seratus tahun kemudian dibangun area perumahan di luar garis batas Gubernur Vanden Bosch. Area baru ini adalah Menteng dan Gondangdia. Konsep pembangunannya masih sama, yaitu perumahan dengan tamanâ€"taman dan jalan raya yang luas, tempat bermukimnya orangâ€"orang Eropa.

Setelah Indonesia merdeka populasi Jakarta bertambah dengan sangat pesat. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk membangun kota satelit. Desain kota Kebayoran Baru merupakan percampuran prinsip antara Eropa Barat dan Jawa. Tata letak kota masih dipengaruhi oleh prinsip tata letak Jawa, namun dipisahkan oleh jalan raya yang lebar dan jalur hijau yang luas.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta menjadi simbol pembangunan nasional. Jakarta menjadi ibu kota negara yang sedang sibuk mencari identitasnya. Berbagai pembangunan berskala besar dilakukan untuk menaikkan gengsi Jakarta, seperti stadion utama di Senayan, Gedung Nusantara di Jl. MH Thamrin, Monumen Nasional ( Monas ) dan Lapangan Merdeka.

Setelah Soekarno turun, Indonesia di pimpin oleh Soeharto. Titik berat kebijakan pemerintah saat itu adalah pembangunan ekonomi. Pada masa itu, Jakarta disibukkan dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jembatan dan jalan tol. Rangkaian perjalanan Jakarta sejak dahulu hingga sekarang merepresentasikan identitas kultur urban Jakarta sebagai sebuah kota tua belum dimanfaatkan untuk kepentingan wisata budaya (Pemda) DKI Jakarta. Padahal Memang umumnya kota belum dianggap sebagai objek wisata. Oleh karena itu, wajar jika saat ini tanah tersebut belum dikelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah jika penataan kota tua memberi perhatian lebih pada sejarah, kawasan itu dapat menjadi andalan baru untuk kegiatan pariwisata. Malaysia, misalnya dapat menjadi contoh adanya kesadaran dalam menjaga dan menjadikan kota-kota tua yang dimilikinya sehingga mampu memberikan keuntungan ekonomis.

Konsevasi ala Malaysia
Seperti Indonesia, Malaysia juga mempunyai sejarah dengan kolonialisasi. Pendudukan Portugis, Belanda dan Inggris selama lebih dari 300 tahun memberikan jejak yang jelas dalam berbagai bidang seperti perencanaan kota, hukum, pendidikan, milite, kultur, dan arsitektur. Menariknya, arsitektur bergaya kolonial dalam bangunan dan monumenâ€"monumen ini merupakan aset utama dalam upaya membentuk kotaâ€"kota bersejarah di seluruh Malaysia yang menjadi tujuan wisata .

Industri pariwisata memang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan nasional Malaysia. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar kedua dalam pendapatan nasional selama periode 1994â€"1997. Pada tahun 1998, tercatat sekitar tiga juta turis menghabiskan liburan ke Malaysia. Industri pariwisata ini mencatatkan keuntungan sekitar M$ 930 juta .

Menyadari atas aset yang dimilikinya itu, kesadaran untuk melakukan konservasi kota bersejarah ini tumbuh cepat. Kotaâ€"kota lama seperti Georgetown, Kota bharu dan Malaka menjadi tujuan utama pariwisata Malaysia. Selama 1990â€"1997, misalnya, jumlah turis yang berkunjung di Georgetown, Malaka dan Kota Bahru terus meningkat.

Dalam melakukan konservasi kota, langkah yang ditempuh Malaysia lebih jelas dan terarah. Konservasi kota ini mulai diperkenalkan pada awal 1980-an dengan proyek awal pada Kuala Lumpur Georgetown Malaka dan kemudian Kota Bharu. Pelaksanaan konservasi kota ini melibatkan kerajsama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, Departeman Urusan Museum dan Antik dan para profesional. Kerja bersama ini atas kesadaran bahwa konservasi tidak hanya masalah krusial untuk pembangunan nasional, tapi juga kebanggaan nasional .

Konservasi di kotaâ€"kota ini dilakukan dalam tiga kategori :
Konservasi bangunan yang diimplementasikan dalam berbagai fase, meliputi pendataan dan penilaian sejarah atas tiap bangunan yang ada, evaluasi bangunan tersebut sehingga dapat dilindungi oleh hukum yang berlaku, membuat proposal untuk renovasi dan membentuk organisasi yang membawahi semua upaya konservasi.

Konservasi area: konservasi atas sebuah kawasan yang memiliki elemen bangunan dan monumen yang bernilai sejarah. Konservasi area ini juga termasuk jalanan, air mancur, persimpangan dan taman.

Ketiga adalah konservasi kultural yaitu konservasi yang berhubungan dengan kehidupan sehariâ€"hari dan warisan budaya lokal, seperti gaya hidup tradisional, seni, tarian, musik, kerajinan tangan, dan pakaian.

Kultural ini lebih merupakan identitas dan kebanggaan nasional. Aktivitas perdagangan di Pasar Buluh Kubu di Kota Bahru atau becak di Malaka merupakan contoh kehidupan tradisional yang menarik bagi para turis.

Gedung Bersejarah Apakah Hanya Tinggal Sejarah Saja?
Keberadaan dan kondisi bangunan bersejarah di Jakarta senantiasa mengundang rasa keprihatinan kita sebagai warga masyarakat. Tak jarang kondisi bangunan bersejarah yang kaya nilai historis dan bernilai seni tinggi tersebut jauh dari kesan terawat dan banyak pula yang berubah fungsi.

Berbagai bentuk pembangunan dan penataan tata ruang tak jarang harus mengorbankan keberadaan bangunanâ€"bangunan bersejarah di Jakarta. Salah satu cintoh bangunan bersejarah yang saat ini diambang kehancuran adalah Benteng Timur Batavia yang dibangun 1740, sebagai penanda tersisa batas timur kompleks Batavia kala itu.

Menurut Adolf Heuken, salah satu penulis bukuâ€"buku sejarah, Benteng Timur Batavia yang sekarang terletak di jalan Pasar Ikan, Jakarta Kota, pada awal mulanya dibangun untuk keperluan penjagaan kota sekaligus sebagai gudang penyimpanan bahan makanan.

Karena fungsi sebagai gudang bahan makanan itulah, Benteng Timur Batavia juga dikenal dengan sebutan graanpakhuize, yang berarti gudang gandum. Selain Benteng Timur, pada bagian barat Kota Batavia kala itu juga dibangun sebuah benteng penjagaan, yakni Benteng Barat Batavia. Jika dibandingkan dengan Benteng Timur, Benteng Barat ini kondisinya sekarang jauh lebih baik. Saat ini Benteng Barat itu menjadi Museum Bahari.

Terlepas dari kondisi yang sangat kontras dari kedua bangunan bersejarah tersebut, sudah selayaknya seluruh bnagunan bersejarah di Jakarta mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah kota dan masyarakat. Baik pemerintah maupun masyarakat harus bertanggung jawab untuk memelihara kelangsungan bangunan bersejarah itu.

Oud Batavia
”Tambang Emas” seluas 140 hektare itu sudah dua dekade lebih terbengkalai. Hasilnya sebuah kota mati terlahir di Jakarta Barat. Kekumuhan tampak mendominasi kawasan tersebut di siang hari, sedangkan pada malam hari rawan dengan tindak kejahatan.

Jembatan Kota Intan
Di abad keâ€" 21 in , kawasan yang dulu dikenal dengan Oud Batavia itu sudah kehilangan keagungan dan keanggunannya. Bahkan, wajah bangsawan arsitektur masa lalunya, kini tergantikan dengan bangunan rukoâ€"ruko baru.

Rupa kawasan Kota Tua seperti luka hasil operasi plastik yang tak kunjung pulih, selama puluhan tahun. Hal tersebut membuktikan Pemprov tidak bisa menjaga bangunanâ€"bangunan bersejarah itu, sehingga kawasan tersebut semakin ditinggalkan orang dan lama kelamaan mati .

Kondisi Beberapa Gedung Tua di Jakarta

Nama Gedung

Zaman

Belanda

Sekarang

Lokasi

Pembangunan

Peresmian

Keterangan

Gedung Asosiasi Kesenian Hindia Belanda

1912-1913

17 April 1914

Berada di ambang kehancuran setelah jatuh ke tangan PT Mandala Griya Cipta yang konon adalah salah satu perusahaan milik Hutomo Mandala Putra

Gedung Mahkamah Agung (MA) (Hooggerechts schof)

Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Departemen Keuangan Bangunan kuno bekas kejaksaan negeri (Kejari)

Jl. Lapangan Banteng no 2 dan 3 Jakarta Pusat Jl. Lapangan Banteng no 2 Dan 3 Jakarta Pusat

Selesai dibangun tahun 1828

Sudah terpotong. Tiga meter dari situ sudah terbangun Didnding gedung Baru yang Dibangun di Belakang kantor bersejarah itu Sudah rusak tidak terurus. Sebagian selaâ€"sela bangunan dimanfaatkan untuk jalan keluar masuk pembangunan proyek gedung baru.

Hotel desindes

1866

Sekarang Pertokoan Duta Merlin

Hotel Der Nederlanden

1794

Kini Bina Graha

Benteng Sisi timur Batavia

Pinggir jalan tol RE Martadinata Jakarta Utara

Voetbalbond Indiesche Omstreken

Stadion Persija

Jalan HOS Cokroaminoto Menteng

1921

Rencana Pemerintah Provinsi DKI membongkar stadion

Rumah Mewah (vila) milik Bupati Mester Cornelis Senen

Markas pemuda panda marga (PPM) jakarta timur

Seberang stasiun kereta api Jatinegara tepatnya di jalan Bekasi Timur Raya No 76

Terlihat Kotor dan terbengkalai

Rumah Kuno

Jalan Sunda Kelapa No 1 Menteng

Diratakan dengan tanah oleh pemiliknya recananya di atas lahan seluas 600 meter itu akan dibangun rumah dengan arsitektur modern

Gedung Candra Naya

Jl Teuku Umar No 1 Menteng

Menaikkan seluruh bangunan yang tersisa ke TMII karena alasan di lahan tersebut akan dibangun mal

Kawasan Kota Tua atau Oud Batavia secara administratif meliputi empat kecamatan di dua kota madya, yakni Kecamatan Penjaringan dan Pademangan di Kota Madya Jakarta Utara, dan Kecamatan Tamansari dan Tambora di Kota Madya Jakarta Barat.

Oud Batavia mencakup Pelabuhan Sunda Kelapa, Kampung Luar Batang, Jalan Petak Baru dan Jembatan Batu dan Olimo. Di areal inilah dapat dinikmati situsâ€"situs seperti Pelabuhan Sunda Kelapa, atau Museum Fatahilah, menara Syahbandar, Museum Bahari, Museum Wayang, Museum Keramik, Museum Bank Mandiri, Gedung BI, Stasiun Kota, dan bangunanâ€"bangunan tua di sepanjang Kanal Kali Besar Barat dan Timur.

Kawasan ini dulunya menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan pada masa kekuasaan Pangeran Jayakarta, Portugis, dan Belanda. Pada masa kolonialisme Belanda, Batavia dikenal sebagai pelabuhan dengan aktivitas perdagangan yang ramai, pelautâ€"pelaut dan pedagang asing ”wajib” melabuhkan kapalnya di pelabuhan ini untuk mendapatkan rempahâ€"rempah. Batavia-pun kemudian berjuluk Queen of The East.

Kini, di saat Jakarta telah memasuki usia cukup tua, kawasan peninggalan Belanda terluas di Asia Pasific itu menghadapi masalah berupa penghancuran bangunan tua dan digantikan rukoâ€"ruko baru atau penelantaran sampai ia hancur dengan sendirinya, lalu digantikan dengan bangunan baru.

Tetapi sebenarnya akar permasalahannya bukan pada bangunanâ€"bangunan yang ditelantarkan itu, tetapi pada infrastruktur pendukung di dalam dan menuju ke kawasan Kota.

Permasalahan Kota Tua sudah seperti kanker yang akut, ada empat masalah utama sehingga kawasan Kota Tua makin jauh dari harapan sebagai identitas asalâ€"usul Jakarta, yaitu Transportasi yang semrawut:

Ruang publik yang makin minim.
Kurangnya pedoman pelestarian.
Perbaikan Infrastruktur yang tidak konsisten.

Antitesis
Kawasan tersebut seharusnya segera dibangun dan difungsikan sebagai sentral ruang publik, kita seharusnya membayangkan konsep antitesis, menyempitkan jalan bagi kendaraan bermotor lalu dibangun trotoar yang lebar dengan banyak bangku â€" bangku taman yang dirindangi pepohonan. Kawasan tersebut jangan dijadikan lintasan, tapi dijadikan daerah tujuan sehingga Jalan Pintu Besar , misalnya , tidak perlu sampai empat jalur.

Konsep tersebu, menurutnya akan menjadikan tidak hanya kawasan Kota, tapi juga Jakarta lebih manusiawi. Di kawasan Kota tersembunyi potensi ekonomi dan Pemprov DKI belum menyadari potensi tersebut sehingga cenderung meninggalkan revitalisasi kawasan Kota. Revitaslisasi akan terus selamanya kandas bila lalu lintas tidak diatur .

Faktor pedagang kaki lima ( PKL ) sebagian besar di kawasan Glodok yang berjualan samapai memenuhi bdan jalan, serta angkutan umum yang tidak tertib sebagai salah satu masalah. Karenanya, revitalisasi Kota Tua termasuk juga penertiban PKL dan anngkutan umum. Setelah itu kesemrawutan di depan stasiun Kota dibenahi, dan terakhir dilakukan pembersihan Kali Besar.

Ada tiga kunci utama revitalisasi kawasan Kota:
Pembenahan areal sekitar Stasiun Beos atau Stasiun Kota sampai Pintu Besar, trotoarnya harus lebih manusiawi, hijau, teduh dan asri dengan jalan kendaraan yang dikecilkan.

Konsep yang sama diterapkan untuk Kali Besar Barat dan Timur sebagai titik pembenahan kedua.

Jalan Kopi tidak lagi menjadi kawasan lintasan.
Untuk mewujudkan citaâ€"cita itu, masih harus menunggu SK Gubernur yang bisa menjembatani keputusanâ€"keputusan sektoral. Sebab revitalisasi yang dilakukan tidak hanya menyangkut gedung, tapi meliputi kawasan seluas 140 hektare yang diurus oleh sekitar delapan sampai sembilan dinas berbeda dari dua kota madya.

Dibawah ini adalah sedikit gambaran kebijakan yang akan dilakukan oleh Bapeda Jakarta terhadap kelangsungan Oud City dan wilayah disekitarnya, saat ini yang dapat kita lakukan adalah hanya menunggu ”tanggal main” terealisasinya program ini, akankah kebijakan ini akan dilakukan atau hanyalah formalitas belaka akibat desakan dari para arsitek yang perduli terhadap konservasi.

Di Jakarta, menurut data Dinas Kebudayaan dan Permuseuman (dahulu bernama Dinas Museum dan Pemugaran), terdapat 216 bangunan bersejarah dengan 132 titik yang dimiliki baik sevara individu, swasta maupun pemerintah . Di setiap titik terdapat dari satu sampai 10 bangunan dan 30 diantaranya adalah milik pemerintah. Sedangkan di kawasan Kota Tua yang seluas 139 hektar, bangunan bersejarah milik pemerintah berjumlah sekitar 10 sampai 15 buah.

Tantangan utama dalam melestarikan bangunan bersejarah sebenarnya adanya pandangan yang mempertanyakan alasanya bangunan lama harus dijaga. Menurut kalangan itu, bentuk bangunan lama tersebut sudah ketinggalan zaman dan banyak mengalami kerusakan. Lebih baik bangunanâ€"bangunan tua itu dibongkar dan diganti dengan bangunan baru yang lebih kuat dengan arsitektur masa kini.

Padahal melalui bangunan lama, beragam kekayaan budaya mampu di tunjukkan melalui gaya bangunan yang khas. Sayangnya, hal semacam itu tidak banyak yang menyadarinya. Yang sering terjadi adalah lebih mudah menggulirkan wacana menggantikan keberadaan bangunan tersebut dengan bangunan baru yang lebih megah dan modern.

Sebagai contoh yang dilakukan pemilik salah satu rumah tua di Jl. Sunda kelapa, Menteng, yang memilih untuk meratakannya dengan tanah walaupun rumah tersebut dapat lebih dioptimalkan untuk menggalakkan sektor pariwisata Kota Jakarta. Selain menambah kas pemasukan pemerintah daerah, juga berfungsi sebagai sarana pemebelajaran sejarah bagi para siswa dan masyarakat umum.

Sayangnya, perhatian yang diberikan Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan gedung bersejarah ini menjadi sumber pendapatan daerah sampai saat ini belum optimal.Mereka baru sebatas tambal sulam untuk perbaikan kondisi fisik bangunan.

Padahal kalau bangunan tua peninggalan sejarah ini dimanfaatkan untuk dijadikan obyek pariwisata akan memberikan pendapatan besar. Contoh kota yang telah menerapkan hal tersebut adalah di Malaysia, negara tersebut sadar dengan potensinya sebagai kota lama yang penuh bangunanâ€"bangunan kolonial. Dengan pemeliharaan yang baik, kota itu mamapu menyedot jutaan turis berkunjung. Sampai dengan semester tahun lalu, Kota Melaka telah mendatangkan sekitar 2,1 juta wisatawan.

Untungnya, saat ini mulai timbul kesadaran dari masyarakat, terutama kaum muda, untuk kembali menengok sejarah kotanya. Kalangan muda yang perduli membentuk kelompok pelesiran yang memadukan jalanâ€"jalan ke kawasan kota lama sekaligus mengenalkan satu per satu sejarah dan gedung atau kawasan tertentu.

Daftar Pustaka
Garnham, Launce, Harry, 1985 , Maintaining the Spirit Place , PDA Publisher , Arizona, USA

Heuken , Adolf SJ , 2000 , Historical Sites of Jakarta , Penerbit ITB

Heuken , Adolf SJ , 1999 â€" 2000 , Sumber â€" Sumber Asli Sejarah Jakarta jilid 1- 3 , Penerbit ITB

Heuken , Adolf SJ , 2003 , Gereja â€" Gereja Tua di Jakarta , Penerbit Gadjah Mada Press

Pamungkas, Grace , Heuken , Adolf SJ , 2000 , Galan gan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun , Bappeda Jakarta

Pevsner , Nikolaus , 1976 , A History Of Building Types , Bollingen Series , Princeton University Press , Princeton , New Jersey

Wawancara beberapa nara sumber pihak terkait (penghuni Pancoran Glodok , Kali Ciliwung , Pemerintah Daerah setempat)
__________

Christine Wahyuasih Mauboy, ST, adalah Dosen Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur.

Sumber: www.jurnal.bl.ac.id


Read Users' Comments (0)

Benteng Hijau Terakhir Bandung


Gimana menurut pandangan anda tentang Benteng Hijau Terakhir Bandung? tolong berikan komentar setelah selesai membaca.

Oleh Budi Brahmantyo

Pada zaman purbakala, di sebelah timur Bandung, sebuah kerucut gunung kecil pelan-pelan terbentuk. Dari lubang kepundannya keluar lava merah membara seperti gulali meleleh dari pinggir kuali. Aliran lava yang meluap berkali-kali itu menyelimuti tubuh kerucut gunung. Lapis demi lapis, lava membanjiri kerucut hingga membentuk gunung berketinggian kira-kira 2.000 meter. Kerucut kecil itu adalah Gunung Manglayang. Sekarang puncaknya mencapai 1.817 meter. Pada waktu yang sama, di sebelah barat, diperkirakan Gunung Sunda purba, yang merupakan pendahulu Gunung Tangkubanparahu, masih aktif sebagai gunung api raksasa berketinggian di atas 3.000 meter.

Morfologi Gunung Manglayang berbentuk aneh. Bagian puncaknya membentuk lekukan-lekukan seperti mahkota longsoran raksasa berdiameter 4-5 kilometer. Tiga buah lekukan-lekukan raksasa dengan lereng-lereng atas yang terjal dapat dikenali. Satu di antaranya membentuk lembah dalam ke arah Bumi Perkemahan Kiarapayung, lereng atas Jatinangor. Tekstur permukaan Gunung Manglayang tampak kasar jika dilihat dari jauh, dari udara, atau melalui citra satelit. Lembah-lembahnya menoreh tajam menghasilkan pola jaringan sungai dendritik, seperti ranting-ranting pohon, atau jalinan urat saraf. Ciri demikian menunjukkan bahwa hanya proses erosi yang bekerja di atas Gunung Manglayang. Tidak ada lagi produk-produk vulkanisme yang menutupi torehan-torehan erosi yang mengukir kasar permukaannya.

Jika kita ingin mendakinya, terdapat beberapa jalur menyusuri punggungan-punggungan bukitnya. Jalur paling mudah adalah melalui sisi barat. Pada jalur ini kita pertama-tama bisa memanfaatkan jasa ojek menuju Palintang. Dari sana dengan menyusuri lereng yang tidak terlalu terjal, kita dapat mencapai puncaknya tidak lebih dari dua jam perjalanan. Jalur lain adalah melalui Bumi Perkemahan Kiarapayung, sebelah utara Jatinangor. Kita bisa menggunakan kendaraan hingga Kiarapayung sebelum mulai mendaki dari sisi timur-tenggara. Jalur ini relatif berat dan harus melewati bukit-lembah berkali-kali.

Alternatif lain adalah mendaki dari Cipulus. Pertama-tama kita bisa naik ojek yang mangkal di Jalan Cilengkrang I di Jalan AH Nasution. Dari Kampung Cipulus, pendakian dimulai. Jalur ini akan melalui kebun-kebun palawija yang berteras-teras sebelum memasuki tegalan luas yang ditumbuhi pohon-pohon pinus tua. Dari tempat ini pemandangan sangat bagus ke arah Cekungan Bandung bagian timur. Cileunyi dan Cibiru dan jembatan Tol Padaleunyi yang naik di atas jalur rel kereta api tampak jelas. Jalur ini melalui satu kabuyutan Cipulus, berupa susunan batu yang diarahkan ke puncak Gunung Manglayang. Posisi itu seolah-olah pos jaga sebelum mendaki Gunung Manglayang.

Hutan Wisata
Ketika kami mencoba mendaki Gunung Manglayang beberapa waktu lalu, tidak satu jalur pun yang disebut di atas kami tempuh. Justru kami mendaki melalui sisi yang paling sulit: tepat di lembahnya. Tujuan awalnya memang hanya mengobservasi beberapa air terjun yang terdapat di lembah yang dialiri Ci Hampelas. Lembah ini mengarah ke barat daya, ke arah Kampung Pasirangin. Dari Pasirangin kita akan memasuki kawasan hutan wisata. Dengan membayar Rp 3.000 kita dapat memasuki kawasan air terjun Cilengkrang, yang terdiri dari sederetan air terjun yang berurutan. Dari hilir adalah Curug Batupeti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi, Curug Dampit, dan Curug Legok Leknan.

Sangat menarik sekali mengamati deretan air terjun ini. Semuanya merupakan ujung aliran lava basalt, batu hasil pembekuan magma berwarna hitam yang miskin kandungan silika. Dua tingkat Curug Batupeti, masing-masing setinggi 4 meter bagian bawah dan 2 meter di bagian atas, jelas sekali memperlihatkan dua aliran lava yang membeku. Begitu pula di Curug Papak yang mempunyai tinggi mencapai 7 meter. Bagian bawah dua air terjun ini menunjukkan lava yang berbongkah-bongkah, cerminan aliran masa lalu yang menggerus bagian dasar aliran. Curug Panganten diperkirakan satu aliran lava yang sama yang membentuk Curug Papak.

Aliran lava terakhir dan termuda adalah Curug Kacapi dengan tinggi hampir 10 meter. Karena cukup tinggi, pengunjung menyangka penjelajahan hanya berhenti di air terjun ini. Padahal, jika kita sedikit bersusah payah memanjat lereng tegak yang licin, kita akan mendapatkan air terjun terakhir, yaitu Curug Dampit, yang merupakan dinding tegak Gunung Manglayang. Tingginya bisa mencapai 200 meter. Inilah dinding mahkota yang diperkirakan bidang gelinciran longsoran raksasa Gunung Manglayang.

Geologi Gunung Manglayang tidak banyak diketahui. Peta geologi yang disusun Silitonga (1973) hanya memetakannya sebagai endapan gunung api muda. Memang penelitian geologi Gunung Manglayang tidak seintensif Gunung Tangkubanparahu yang masih aktif yang sudah seharusnya dipantau terus. Gunung Manglayang diperkirakan seumur dengan Gunung Tangkubanparahu. Umurnya diperkirakan tidak lebih tua dari 50.000 tahun. Namun, tidak seperti Gunung Manglayang, kerucut-kerucut gunung api di timur Bandung diketahui merupakan kerucut sangat tua, seperti Gunung Bukitjarian, Gunung Geulis, dan Gunung Calancang. Penentuan umur dari lava basalt Cicadas dari Gunung Calancang di Parakanmuncang menunjukkan umur 1,7 juta tahun. Gunung-gunung api ini boleh dikatakan telah mati.

Rahasia Alam
Bagaimanapun, pengetahuan sejarah geologis Cekungan Bandung harus terus disusun dan diperbarui. Terdapat hal-hal baru di luar pengetahuan selama ini yang seolah-olah sudah selesai diteliti, padahal terdapat rahasia sumber daya alam yang penting bagi manusia. Penelitian banjir lava basalt yang membentuk Gunung Manglayang akan membuka rahasia sejarah masa lampau berkaitan dengan patahan Lembang yang dapat mengancam Bandung. Patahan yang diperkirakan aktif tersebut berakhir di Gunung Palasari- Gunung Manglayang. Bukan tidak mungkin banjir lava Gunung Manglayang keluar dari retakan patahan Lembang, yang dalam geologi dikenal sebagai erupsi celah (fissure eruption). Jika hal ini benar, sejarah patahan Lembang harus ditinjau ulang. Bukan tidak mungkin, ancaman gempa bumi yang dapat mengancam Bandung dengan kekuatan besar dapat ditinjau ulang pula.

Gunung Manglayang merupakan sumber daya alam Cekungan Bandung yang belum banyak tereksplorasi. Bagaimanapun, keberadaannya tidak lepas dari sejarah geologis Cekungan Bandung. Dalam hubungannya dengan kemanusiaan pun, Gunung Manglayang sedikitnya pernah disebut dalam catatan pangeran pengelana dari Kerajaan Pajajaran, Bujangga Manik, pada akhir abad ke-15. Saat ini dapat dikatakan, Gunung Manglayang menjadi salah satu benteng terakhir hijaunya Cekungan Bandung. Hutan-hutannya masih rapat di sekitar puncaknya. Cukup menyejukkan badan dan hati bahwa di sekeliling Bandung ternyata masih tersisa alam yang masih asri.
__________
Budi Brahmantyo, Kepala Pusat Kepariwisataan ITB, Koordinator Kelompok Riset Cekungan Bandung Ilustrasi.

Sumber : http://koran.kompas.com

Read Users' Comments (0)

Yogyakarta Harus Perluas Pasar Wisata Internasional


Gimana menurut pandangan anda tentang Yogyakarta Harus Perluas Pasar Wisata Internasional? tolong berikan komentar setelah selesai membaca.

Yogyakarta - Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 2010 harus memperluas pasar wisata internasional, sehingga jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang mengunjungi daerah ini terus meningkat.

"Memperluas pasar wisata internasional harus dilakukan, apalagi dari Yogyakarta sudah ada penerbangan langsung ke luar negeri pulang-pergi," kata Ketua Forum Silaturahmi Insan Pariwisata (Fosipa) Indonesia Sarbini di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, memperluas pasar wisata internasional hendaknya dibarengi dengan promosi wisata ke berbagai negara, dengan tujuan untuk menggaet wisman agar datang ke DIY.

"Untuk itu, promosi pariwisata Indonesia termasuk Yogyakarta di luar negeri perlu digalakkan," katanya.

Ia mengatakan promosi selain untuk mengenalkan kembali objek wisata yang ada di DIY, juga karena daerah ini sebagai destinasi pariwisata unggulan.

Meskipun DIY sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata unggulan, menurut Sarbini promosi pariwisata harus terus dilakukan guna menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah ini.

"Tanpa promosi, DIY sebagai daerah tujuan wisata bisa ditinggalkan dan dilupakan, apalagi daerah tujuan wisata lain di Indonesia terus berlomba-lomba menggencarkan promosinya, baik di dalam maupun luar negeri," katanya.

Ia mengatakan promosi pariwisata tidak bisa hanya dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dikerjakan bersama oleh para pemangku kepentingan pariwisata daerah ini yaitu pemerintah provinsi dalam hal ini Dinas Pariwisata, dengan para pelaku usaha wisata.

Selain upaya tersebut, kata dia, DIY sebagai daerah tujuan wisata harus memiliki daya tarik wisata, sehingga wisman yang berkunjung ke daerah ini akan membawa kenangan tersendiri setelah pulang ke negara asalnya, dan diharapkan suatu saat nanti mereka kembali berkunjung ke Yogyakarta.

"Apalagi DIY memiliki potensi berupa ragam wisata dari objek yang ada, atraksi seni dan budaya, desa wisata, wisata minat khusus, serta wisata alam, baik pantai maupun pegunungan , katanya.

Sarbini menyebutkan Fosipa beranggotakan para pelaku usaha pariwisata se Jawa-Bali, sebagian Sumatra, dan beberapa daerah lain di luar Pulau Jawa.

"Sebagai bagian dari pemangku kepentingan pariwisata, komitmen Fosipa adalah memajukan sektor pariwisata dengan menyelenggarakan sarasehan, lokakarya, serta pameran pariwisata," katanya.

Sumber: http://www.antaranews.com

Read Users' Comments (0)

Kain Tradisional Lampung


Gimana menurut pandangan anda tentang Kain Tradisional Lampung? tolong berikan komentar setelah selesai membaca.

Kain Tradisional : Tapis Lampung
Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistim sulam (Lampung; “Cucuk”). Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Sejarah Kain Tapis Lampung
Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat. Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang lampung telah menenun kain Brokat yang disebut Nampan (Tampan) dan kain Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci (Key and Rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh. Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia. Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis ini. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan jaman bahari sudah mulai berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 1700.

Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas mempengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang berlangsung disekitar lingkungan seniman dimana ia tinggal. Penggunaan transportasi pelayaran saat itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal. Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi kapal yang digunakan. Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua suku Lampung menggunakan Tapis sebagai sarana perlengkapan hidup. Diketahui suku Lampung yang umum memproduksi dan mengembangkan tenun Tapis adalah suku Lampung yang beradat Pepadun.

Bahan dan Peralatan Tenun Tapis Lampung
Bahan Dasar Tapis Lampung : Kain tapis Lampung yang merupakan kerajinan tenun tradisional masyarakat Lampung ini dibuat dari benang katun dan benang emas. Benang katun adalah benang yang berasal dari bahan kapas dan digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kain tapis, sedangkan benang emas dipakai untuk membuat ragam hias pada tapis dengan sistim sulam. Pada tahun 1950, para pengrajin tapis masih menggunakan bahan hasil pengolahan sendiri, khususnya untuk bahan tenun. Proses pengolahannya menggunakan sistim ikat, sedangkan penggunaan benang emas telah dikenal sejak lama.

Bahan-bahan baku itu antara lain :
• Khambak/kapas digunakan untuk membuat benang.
• Kepompong ulat sutera untuk membuat benang sutera.
• Pantis/lilin sarang lebah untuk meregangkan benang.
• Akar serai wangi untuk pengawet benang.
• Daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur.
• Buah pinang muda, daun pacar, kulit kayu kejal untuk pewarna merah.
• Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam.
• Kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian untuk pewarna coklat.
• Buah deduku atau daun talom untuk pewarna biru.
• Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning.

Pada saat ini bahan-bahan tersebut diatas sudah jarang digunakan lagi, oleh karena pengganti bahan-bahan diatas tersebut sudah banyak diperdagangkan di pasaran. Peralatan Tenun kain Tapis : Proses pembuatan tenun kain tapis menggunakan peralatan-peralatan sebagai berikut :

• Sesang yaitu alat untuk menyusun benang sebelum dipasang pada alat tenun.
• Mattakh yaitu alat untuk menenun kain tapis yang terdiri dari bagian

Alat-alat :
• Terikan (alat menggulung benang)
• Cacap (alat untuk meletakkan alat-alat mettakh)
• Belida (alat untuk merapatkan benang)
• Kusuran (alat untuk menyusun benang dan memisahkan benang)
• Apik (alat untuk menahan rentangan benang dan menggulung hasil tenunan)
• Guyun (alat untuk mengatur benang)
• Ijan atau Peneken (tunjangan kaki penenun)
• Sekeli (alat untuk tempat gulungan benang pakan, yaitu benang yang dimasukkan melintang)
• Terupong/Teropong (alat untuk memasukkan benang pakan ke tenunan)
• Amben (alat penahan punggung penenun)
• Tekang yaitu alat untuk merentangkan kain pada saat menyulam benang emas.

Sumber : http://www.lampungtengah.go.id
Foto : http://kabarlampung.com

Read Users' Comments (0)